FLP, Memori Tak Terlupa
Aku
sejatinya bukanlah orang yang amat menggemari organisasi ini, namun lewat kesukaanku
membaca novel, lalu sering melihat logo FLP di berbagai cover novel islami
khususnya, rasa penasaran muncul. Rasa kagum tentu lebih hadir pada sosok Asma
Nadia lewat novel-novelnya, juga pada Bunda Helvy Tiana Rosa. Ketika melihat
ada pendaftaran anggota baru FLP Sumut, tentu tak melewatkan kesempatan ini,
bersama Mutiah Lilhaq yang goresan penanya selalu membuatku takjub, kami
mencoba peruntungan lewat seleksi tersebut.
FLP atau Forum
Lingkar Pena adalah sebuah organisasi kepenulisan yang sudah tersebar di berbagai
pelosok negeri, pun sudah memiliki banyak cabang di luar negeri. Tidak hanya
membuat pelatihan kepenulisan bagi anggotanya, organisasi ini juga sering
membuat pelatihan di sekolah-sekolah, berbagai instansi dan memiliki penerbitan.
Didirikan oleh Helvy Tiana Rosa, Muthmainnah dan Asma Nadia, pada 22 Februari
1997.
Di
Forum Lingkar Pena, para calon penulis berkumpul untuk bisa melahap
‘serakus-rakusnya’ ilmu kepenulisan lewat berbagai pelatihan, bedah karya,
saling menyemangati untuk terus berkarya hingga tak bosan dan percaya diri
mencoba ‘peruntungan’ di media massa. Meski memang tak dapat dielakkan, semakin
sering seseorang menulis maka semakin tajamlah tulisannya. Tapi tak banyak
orang yang mampu bersabar, ada yang harus mengalah karna keterbatasan waktu,
tugas, atau letih dalam mencoba.
Salah
satu kekhasan yang dimiliki oleh penulis FLP adalah tidak hanya sekedar
menulis, ada unsur syiar disana, dimana harus ada nafas Islam yang mampu memberi
pencerahan kepada pembaca. Ketika sebuah tulisan mampu memberikan manfaat bagi
pembacanya, itulah tulisan ‘anak FLP’ sebutan kami. Lalu bagaimana jika ada
yang ‘menyalah’ ? Ini kadang dijumpai. Ya pelan-pelanlah, ditarik ke jalur yang
benar. Tidak bisa serta merta di judge lalu bilang itu tidak benar,
melalui pembinaan yang sabar, dan sering
disuguhkan tulisan-tulisan bergizi agar ruh Islami itu bisa lahir dalam
tulisannya.
Lalu
bagaimana dengan aku? Dulu, sebelum masuk FLP, resensiku pernah masuk salah
satu media massa di Medan. Bermula ketika seorang redaktur resensi, membaca
resensi, yang pernah ku pakai untuk lomba dan menang. “Ini tulisanmu?” tanya si
bapak tak yakin. “Iya pak,” jawabku. Ia tak yakin karena ketika dulu aku pernah
mengikuti lomba dan ia menjadi juri nya, tulisanku tak ada apa-apanya. Itu
pertama, setelah itu aku menjadi kontributor resensi langganan yang selalu
ditagih jika telah memasuki deadline. Alhamdulillah lewat FLP kemampuan
menulisku semakin terasah. Karya kedua ku berupa puisi, hasil belajar ala-ala
privat dengan salah satu penulis sastra medan, Afrion. Beliau juga sering
menjadi komentator puisi, disalah satu media massa ternama di Medan. Berbekal
link yang diberikan senior FLP, aku kenal dengan Bang Afrion, sebutan kami. Datang
ke taman budaya, sendirian dan menjumpainya disana. Tempat favorit kami kedai
kopi alias kantin yang ada di Tambud (Baca: Taman Budaya). Disanalah aku
benar-benar belajar puisi dan tau trik untuk masuk media massa. Gak boleh bosan
mencoba, seminggu minimal sekali kirim, dan itu pun minimal 4 judul. Akhirnya
satu per satu puisiku muncul di media massa. Jenis tulisan lain seperti opini,
cerpen, artikel, juga pelan-pelan ku asah di FLP. Seiring waktu, aku mulai tau passion tulisan ternyata lebih ke non
fiksi, seperti resensi dan opini. Ya, bagiku belajar bisa dimana saja dan
dengan siapa saja, tetapi aku bersyukur berada di FLP yang tidak hanya sebagai
tempat belajar menulis, tetapi banyak sekali link dan kesempatan yang dapat
diraih disana. Asal mau dan gigih, Insya Allah bisa.
Hal
terpenting yang kujumpai adalah, lewat FLP aku memiliki banyak pengalaman,
kesempatan dan yang paling penting, persaudaraan. Dalam melewati masa-masa
sulit, kebersamaan menaikkan tingkat orang-orang yang dulunya hanya berstatus teman
lalu menjadi saudara, itulah yang ku rasakan pada Nurul Fauziah, Rizki
Handayani alias Kyo, Abdi dan Mbak Ratna DKS. Semoga keberkahan hidup melimpahi
kalian semua ya saudara-saudariku. Yang lain? Semua pasti memiliki kesan
masing-masing. I Love you all.
Itu
baru persaudaraan. Kalau dari segi pengalaman, FLP mengajarkanku arti dari
profesionalitas. Yang paling berkesan adalah ketika ada permintaan untuk
membuka cabang di Labuhan Batu dan ketika mengadakan TFT ke III FLP se-Sumbagut
dengan Tere Liye sebagai bintang tamu. Perjuangan ketika membuka cabang di
Labuhan Batu juga tidak mudah. Dimana dengan keterbatasan waktu dan dana.
Membagi dan mengatur, siapa-siapa saja yang bergiliran dan mampu untuk
berangkat ke sana. Negosiasi alot juga terjadi, karena mengacu dari AD/ART dan jalur kaderisasi, ada
beberapa syarat yang memang harus dapat disanggupi. Di FLP aku belajar banyak,
tentang ketepatan waktu, koordinasi, kerja sama tim, negosiasi, kesabaran tapi
tetap profesional, sungguh takkan ku dapatkan ditempat lain. 24 jam sehari, 7
hari seminggu rasanya tidak cukup.
Kesempatan
juga banyak kuraih ketika berada di FLP, merasa terhormat bisa menjadi delegasi
untuk Training For Trainer (TFT) se-Sumbagut, di Riau dan Padang. Bisa menjadi
pengisi materi di berbagai pelatihan sampai jadi pembedah buku dadakan Gue Gak
Cupu nya Nurul Fauziah. Dari FLP juga aku bisa melihat lebih dekat sosok
sastrawan Sumut, hingga penulis kaliber FLP seperti Bunda Helvy Tiana Rosa, Muthmainnah,
Sinta Yudisia, Boim Lebon, Ali Muakhir, dll sebuah kesempatan yang sangat
berharga.
Inti yang paling mendasar adalah, ketika tulisan yang kita buat bisa memberi nilai manfaat, tidak hanya bagi penulis, tetapi juga pembaca. Apalah arti fee yang
didapat jika membayangkan tulisan yang diracik mampu menginspirasi,
mencerahkan, atau memuat informasi penting bagi pembaca, tentu ini menjadi kepuasan
tersendiri bagi penulis. Poin penting ini yang selalu ditanamkan pada anggota
FLP. Karena manusia adalah mahluk sempurna yang diciptakan Allah, dan
sebaik-baik mahluk adalah yang memberi banyak manfaat bagi mahluk lainnya. Benar
kan?
Inilah beberapa peserta dan trainer upgrading FLP Cabang Labuhan Batu >>>
naskah ini diikutkan dalam lomba essai aku dan flp
naskah ini diikutkan dalam lomba essai aku dan flp
Komentar
Posting Komentar